Jumat, 17 Oktober 2014

Galau-galaunya Masa SMA

Banyak yang bilang masa-masa SMA adalah masa yang paling indah. Saking indahnya, masa-masa itu selalu dikenang oleh orang-orang yang sudah pernah mengalaminya. Lihat aja orang tua kamu. Jarang ada yang bilang “waktu TK dulu Ibu...“ atau “dulu pas masih di playgroup Ayah...“. Pasti kebanyakan bilangnya “pas zaman SMA dulu Papa...“ atau “Mama jadi ingat waktu SMA...“. Ya karena memang pas zamannya Ayah sama Ibu atau Mama sama Papa kamu dulu belum ada TK apalagi playgroup. Tapi bukan itu juga sih alasannya. Masa-masa SMA memang masa-masa yang indah. Iya, semuanya terasa indah, sebelum Negara Api menyerang. Indaaaaaaaaaaah banget, sampai saatnya datang galau.

Galaunya Tahun Pertama

Galau-galaunya masa SMA biasanya datang di tahun pertama sama tahun terakhir. Di tahun pertama, anak SMA biasanya galau milih jurusan. Perlu diketahui, galau itu nggak cuma waktu PDKT tapi yang di-PDKT-in nggak peka atau diputusin pacar. Buat anak SMA milih jurusan juga bisa bikin galau. Kenapa bisa gitu? Karena jurusan yang dipilih itu nantinya bakal dipelajari, diublek-ublek sampai lulus. Pada umumnya sekolah-sekolah punya kebijakan “nggak boleh pindah jurusan”. Nggak boleh tahun pertama milih IPA, tahun kedua pindah IPS, terus tahun terakhir balik lagi ke IPA. Kalau gitu mah paling malah disaranin pindah dari sekolahannya. Habis seenak jidatnya sendiri. Jadi, harus dipikirin benar-benar biar nggak salah jurusan

Galaunya Tahun Terakhir

Nah, galaunya anak SMA di tahun terakhir juga milih jurusan. Tapi yang ini jurusan kuliah yang akan diambil setelah lulus. Saat memilih jurusan kuliah, biasanya anak SMA mengalami level galau yang lebih tinggi daripada waktu milih jurusan mereka di SMA. Galaunya berlipat ganda, membelah diri jadi banyak kayak Amoeba. Gimana enggak?

Salah milih jurusan di SMA dibetah-betahin paling banter tiga tahun. Kalau salah jurusan kuliah harus dibetah-betahin lebih lama lagi, kecuali kalau nekat drop out terus pindah jurusan lain. Tapi, kalau dipikir-pikir biaya awal masuk kuliah saja lumayan mahal, masa iya mau seenaknya masuk-nggak cocok-drop out-coba yang lain-nggak cocok lagi-drop out lagi sampai nemu yang pas.

Belum lagi setelah lulus kuliah rata-rata orientasinya kerja. Otomatis jurusan kuliah yang kamu ambil sebisa mungkin harus mendukung pekerjaan yang kamu inginkan nantinya. Pekerjaan itu sendiri nantinya bakal jadi sumber penghidupan kamu dan bakalan kamu lakukan untuk waktu yang lama. Jadi, penting banget buat kamu milih pekerjaaan yang pas. Dan biasanya ngelamar pekerjaan itu yang dipakai bukan sekuntum mawar merah, cincin emas, apalagi seperangkat alat sholat. Ngelamar pekerjaan itu pakai ijazah. Ijazahnya yang relevan sama bidang pekerjaannya. Kesimpulannya? Balik lagi, kamu harus nemuin jurusan kuliah yang pas. Bikin galau kan?
Bingung milih jurusan. (Source : nyunyu.com)

Yah, kurang lebih kayak gitu galaunya masa-masa SMA. Saat ini saya lagi mengalami kegalauan anak SMA di tahun terakhir. Kamu juga lagi mengalaminya?

Kamis, 16 Oktober 2014

Di Antara Sejuta Kenapa, Aku Hanya Butuh Satu Arah

Kenapa kita terus seperti ini? Karena kita terlalu takut untuk mengambil langkah. Karena kamu terlalu takut untuk berterus terang. Karena aku terlalu takut untuk memulai lebih dulu.
Kenapa tak satupun dari kita tahu perasaan yang lain? Atau kenapa bahkan tak satupun dari kita tahu perasaan masing-masing? Karena kita tak punya cukup keberanian untuk mengungkapkan. Karena kita berada dalam penyangkalan. Kita terlalu memikirkan apa yang akan ada di luar sana, tanpa mencoba memahami yang sudah ada di dalam sini. Di hati kita.

Kenapa kita saling menjauhi, padahal kita tak harus jauh? Kita bahkan bisa menjadi dekat. Kita bisa menjadi satu. Kenapa? Kenapa harus ada ‘aku’ dan ‘kamu’? Padahal kita bisa menjadi ‘kita’.

Kenapa? Kenapa aku harus menuliskan ini? Padahal yang seharusnya kulakukan adalah bicara. Bicara pada siapa? Kamu. Bicara tentang apa? Tentang perasaanku. Bukan. Tapi tentang kita.

Dear, Kamu, apa kita akan terus seperti ini? Apa kita akan terus di sini? Sejujurnya aku ingin meneruskan langkahku. Tapi ke mana aku harusnya melangkah? Arah mana yang akan aku tuju? Aku ingin menujumu, kalau saja.... Lalu kita akan melanjutkan langkah kita bersama-sama.
Tapi, aku takut tak sampai. Bisu ini membuatku bingung. Kabur. Apa kamu juga ingin meneruskan langkahmu? Ke arah mana?

Where should I go? (Source : wikimedia.org)
Apa aku akan sampai padamu? Bagaimana jika kamu justru mengambil langkah berlawanan? Apa aku akan sampai, jika kamu melangkah, tapi bukan menuju aku, melainkan dia?
Beri aku sedikit petunjuk. Di antara sejuta "kenapa" ini aku hanya butuh satu petunjuk, satu arah. Ke mana sebenarnya kamu ingin melangkah? Jika kamu tidak menujuku, buat apa aku menujumu? Mungkin lebih baik aku berbelok arah. Ya. Aku ingin berbelok arah, kalau saja aku bisa.