Senin, 01 Oktober 2018

4 Kebosanan Mahasiswa Tingkat Akhir

Bosan.
(adjektiva)
Tidak suka lagi karena terlalu sering atau banyak... atau lama.


Kamu pernah nggak terlalu sering main suatu game lalu bosan? Pernah makan sesuatu terlalu banyak sampai bosan? Atau sudah lama kuliah dan bosan?

Kamu nggak sendiri. Beberapa kebosanan ini mungkin dirasakan mahasiswa tingkat akhir lainnya.

1. Bosan masuk kelas

Kebosanan yang satu ini memang bukan hanya milik mahasiswa tingkat akhir. Hanya saja, bagi mahasiswa tingkat akhir, kebosanan itu rasanya berlipat ganda dan diamini semesta. Halah oposih.

Ya gimana. Tak bisa dipungkiri semakin banyak semesternya, semakin sedikit SKSnya, semakin mager masuk kelasnya. Beberapa mahasiswa tingkat akhir mungkin hanya kuliah satu atau dua matkul seminggu. Coba bayangkan betapa magernya berangkat kuliah hanya satu matkul dengan bobot 2 SKS. Apalagi yang perjalanan ke kampusnya selama perjalanan Dora yang harus melewati hutan, sungai, dan bukit blueberry. Apalagi kalau kelasnya di jam tidur siang. Apalagi kalau dapat dosen yang kalau jelasin justru kaya nyanyi lagu Nina Bobo. Apalagi... apalagi...

Ingin skip lagi... skip lagi... skip lagi...

Eh tapi nggak mau kalau harus ngulang satu semester lagi.

2. Bosan nugas

Masih ingat zaman maba chatroom grup WhatsApp kelas isinya apa? Pasti nggak jauh-jauh soal tugas. Tugas dari dosen A dikumpul kapan. Tugas dari dosen B diketik atau ditulis tangan. Tugas yang ditulis tangan kertasnya digaris tepi berapa senti, satu lembar yang dipakai satu halaman atau bolak-balik, habis satu paragraf dikasih jeda sebaris atau nggak. Gitu-gitu aja.

Well, seperti guru yang ngasih PR biar muridnya belajar, kadang dosen ngasih tugas-tugas itu biar mahasiswanya cari referensi sendiri.

Sayangnya, hal itu sering disalahtafsirkan terutama oleh mahasiswa tingkat akhir yang sudah kelewat hafal tabiat dosennya. Karena bagi mereka, hanya ada 2 tipe dosen yang ngasih tugas ke mahasiswanya: yang neliti detail buat kasih nilai dan yang nggak pengin mahasiswanya gabut aja. Kalaupun nggak separah yang kedua, ya paling minta mahasiswanya bikin paper tapi yang dibaca abstraknya saja.

Cara mengerjakan tugas mahasiswa tingkat akhir yang bosan nugas sederhana saja. Kalau nggak pakai tugas dari semester lalu ya pakai punya kating diparafrase sedikit. Pas disuruh bikin summary jurnal, cukup copast conclusion.

Ups! Jangan ditiru ya. Mana tahu dosenmu tipe pertama. Kadang dosen suka nggak ketebak. Bisa jadi kelihatannya saja mageran, tapi kalau lagi mood ya gimana...

3. Bosan ditanya skripsi

Mahasiswa tingkat akhir memang identik dengan tugas akhir. Skripsi. Entah kenapa, tiap ke kampus, sisa-sisa orang yang kenal si mahasiswa tingkat akhir tiba-tiba kayak gebetan yang lagi anget-angetnya pdkt, kebanyakan tanya...  tapi topiknya itu-itu saja.

"Gimana skripsinya?"

"Sampai bab berapa?"

"Bab 2 sudah?"

"Kapan sidangnya? Kabarin dong."

Dulu saya termasuk yang sering nanya gitu ke kating. Sekarang giliran saya yang bosan ditanyai padahal belum mulai. Jhahahaha...

Percayalah, pertanyaan-pertanyaan itu bukan pertanyaan terbaik yang bisa kamu ajukan ke mas mbakmu di kampus. Daripada gitu, mending kasih mereka satu renceng kopi lalu bilang "nih buat nemenin nulis skripsi". Walaupun jatuhnya sama saja, ngingetin SKRIPSI. 😂

4. Bosan sendiri

Selepas skripsi beserta sidangnya terbitlah hari bahagia bernama wisuda... dan terbitlah pula satu pertanyaan serupa "skripsi sampai bab berapa?". Apalagi kalau bukan "sudah punya gandengan wisuda?". Beberapa orang merasa cukup dibersamai mama papa. Beberapa lainnya mengharapkan kehadiran dia yang istimewa.

Tak heran, cari-cari referensi skripsi sering disambi cari-cari hati karena bosan sendiri. Ya nggak semua mengalaminya, tapi sadar tidak sadar ada lho. Ada. Kating saya yang sedang berjuang dengan skripsinya akhir-akhir ini jadi sering curhat soal cinta. Saya tidak mau mengatakan dia bosan sendiri sih. Tapi ya gitu.

Karena mungkin, selain sudah waktunya, saat skripsi mahasiswa tingkat akhir butuh sosok untuk menyemangati.

Saat wisuda ingin ada lagi satu orang yang diajak bahagia.

Tapi jika kamu ada di posisi ini, baiknya jangan karena bosan sendiri lalu kamu cari sembarang hati untuk disinggahi.

Banyak teman seperjuangan yang bisa saling menyemangati saat skripsi. Banyak keluarga yang bisa bahagia bersama saat kamu wisuda.

Lebih nyesek mana, nggak punya gandengan wisuda atau ngelepasin gandengan setelah wisuda karena sebelumnya bersama karena pelampiasan bosan semata?

Yah, daftar kebosanan di atas hanya secuil yang tengah saya rasakan dan saya dengarkan dari orang-orang sekitar. Barangkali ada juga yang mengalami kebosanan lainnya. Atau ada juga yang nggak bosan. Tapi mungkin dia bukan manusia. Ngahahaha.

Kalau kamu lagi bosan apa?

Senin, 07 Mei 2018

Apakah rindu menyebabkan mata minus?

Apakah rindu menyebabkan mata minus?

Pagi ini dalam perjalanan, di dekat fly over aku melihat seseorang. Kukira kamu.

Setelah bertahun-tahun bisu... lalu pertemuan tanpa sengaja setahun lalu, dimana tiba-tiba ponselmu lebih menarik dari pada teman lamamu, hingga ketika aku menjabat tanganmu pun kamu masih fokus pada benda itu, aku memang sedikit lupa detail wajahmu. Tetapi aku ingat beberapa bagiannya.

Aku berpikir sosok laki-laki dengan motor bebek di depanku adalah kamu. Wajahnya terlalu mirip dengan wajahmu kalau itu bukan kamu.

Berkata "ora mungkin" dalam hati.

3 tahun aku kuliah di sana, 2 tahun kamu kuliah di samping kosku, nyatanya tak pernah sekalipun sekadar berpapasan. Atau hanya aku yang tak sadar dan kamu yang menghindar? Entah. Yang jelas aku dan kamu tak pernah berujung temu walau sedekat itu. Sampai berpikir "gene dunia tak sesempit itu".

Tetapi pagi ini berkali mengerjap, lihat mas-masnya kok mukamu lagi. Hampir berpikir "wuoh aku isa ketemu kowe kok piye".

Sempat gumun. Kayane ana sik salah.

Lalu lihat korsanya "Administrasi Negara". Jelas nggak mungkin kamu. Harusnya korsamu beraksen orens kan? Motormu juga bukan yang dulu.

Sik. Jangan ge er dulu. Aku kok bisa tahu? Aku nggak mencari tahu. Tahu-tahu aku tahu. Ada saja yang membuat aku tahu, bahkan sampai warna helmmu.

Berkata lagi "sadar woy sadar, jajal delok pisan meneh".

Pas dilihat lagi, emang nggak ada mirip-miripnya. Seolah mas-masnya ganti muka.

Mungkin setelah ini baiknya aku periksa mata, kalau-kalau minus.

Atau periksa hati saja? Kalau-kalau masih ada kamu.

Eaaa~

Minggu, 03 Desember 2017

Mungkin Aku Suka Bercerita

Ada yang menarik dari cerita-cerita. Aku suka mendengarkan cerita-cerita. Aku suka ketika orang-orang bercerita padaku. Cerita apa saja. Dari cerita sederhana tentang pagi ini sarapan apa sampai cerita patah hati yang kadang membuatku tak ingin jatuh hati.
 
Kadang juga aku ingin orang-orang mendengar cerita-cerita yang telah kudengar dari orang-orang lainnya. Mungkin kamu bisa mengatakan aku suka bercerita. Sering tanpa sadar aku mengoceh tentang satu hal yang sama pada orang yang sama.

Hari ini aku ingin bercerita. Aku ingin bercerita lewat aksara. Dan ketika orang-orang berkata ini-itu tentang yang bisa kutuliskan, aku teringat kamu. Ada banyak hal menarik untuk dituliskan. Tapi aku ingin bercerita tentang kamu

Aku ingin bercerita tentang kamu. Bercerita tentang bagaimana aku tahu namamu. Bercerita saat aku jatuh hati padamu. Dan, walau sakit, aku ingin bercerita tentang patah hatiku karena kamu.

Aku ingin bercerita tentang kamu. Sampai aku sadar bahwa sampai bagian ini tidak ada lagi yang bisa kuceritakan tentang kamu.

Aku ingin bercerita tentang kamu. Sampai aku sadar cerita-cerita tentang kamu hanyalah cerita-cerita dulu.

Aku ingin bercerita tentang kamu. Sampai aku sadar cerita-cerita tentang kamu tidak lagi ditulis dalam hidupku.
 
Berhenti. Aku ingin berhenti bercerita tentang kamu.

Aku ingin bercerita tentang kamu. Sampai aku sadar semua sudah berhenti jauh-jauh hari. Cerita-cerita tentang kamu yang terus kutulis hari ini hanyalah cerita-cerita yang sudah tiada tapi masih terekam di memoriku.

Ah, aku tidak sadar masih mengoceh tentang orang yang sama. Kamu. Sudahlah. Sudah kubilang, mungkin aku hanya suka bercerita.
 
3/12/2017

Selasa, 06 Oktober 2015

To the Guy I Could Not Get Over

Ceritanya gue baru aja buka-buka folder data di laptop. Niat awalnya sih mau nyari file tugas kuliah. Biasanya gue bakal langsung nemu file yang pengin gue buka. Walaupun hati rada nggak ketata kalau liat gebetan udah punya gandengan, kalau masalah file di laptop gue mah nggak berantakan-berantakan banget. Tapi, berhubung ini file tugas kelompok dan yang nge-save  temen sekelompok, gue harus sedikit menjelajah dan akhirnya.... Tadaaa!!! Gue nemu sebuah file dengan title yang fantastis dan sedikit mengguncang perasaan (gue) serta merangsang kekepoan (lagi-lagi gue) untuk membukanya.

Oke. Paragraf di atas adalah awalan yang sedikit nggak penting. Tapi, bukan berarti paragraf di atas adalah untaian kata yang sia-sia. Paragraf di atas itu buat apa? Buat ngasih ancang-ancang aja kalau kalian yang baca bagian dari KAGAMON (baca : KAum GAgal Move ON).

Ya. FYI, kalau nggak salah ingat, tulisan ini gue buat di saat-saat gue masih menjabat sebagai anggota kehormatan KAGAMON. So, sekiranya kamu belum kuat mental buat move on, nggak usah dibaca aja. Wkwk.

Oh iya, ini kebetulan gue nulisnya pakai Bahasa Inggris. Entahlah. Mungkin waktu itu gue kesurupan Andrew Garfield yang lupa caranya ngomong Bahasa Inggris.Ya gitu deh, suka khilaf, kemuungkinan banyak typo. Maklumin aja. Yang penting gue udah move on! Horeeeee!!!


To the Guy I Could Not Get Over

It has been days since the last time I saw you, but if only I could draw, I could picture that face perfectly. I wouldn’t miss any single line, I would put every single detail in the right state.

It has been months since the last time I talk to you, but still I could feel your voice tickling my ears. And those sweet words still overwhelming me, even after all these pain I have been through because of you. Just like drugs, they heal me, send me feeling of relief, and make me addicted. But drugs are drugs. No matter how I feel good because of them, it’s not more than an illusion.

It has been years since the day I decided not to love you, but who am I to decide where the heart lies?

7/5/2015